Sampai Kapan Kita Menjadi Bangsa Pecundang?
“Mohon maaf suporter Malaysia.” Itulah cuitan salah seorang teman saya di Twitter yang kemudian menjadi viral. Rekan saya itu menjadi salah satu wartawan peliput laga antara Indonesia melawan Malaysia pada partai perdana kualifikasi Piala Dunia 2022 di Stadion Utama Gelora Bung Karno (SUGBK), Kamis (5/9) malam.
Ia melihat sendiri bagaimana ratusan suporter Malaysia dilempari batu oleh suporter Indonesia sehingga mereka sampai membutuhkan pengawalan polisi untuk bisa keluar dari stadion. Rekaman video yang memperlihatkan sejumlah suporter Malaysia terkurung di media center pun ia unggah ke media sosialnya sehingga memancing ribuan komentar warganet.
Kekalahan skuat Garuda dari musuh bebuyutannya dengan skor 2-3 kemarin memang memancing kemarahan di kalangan suporter Indonesia. Tak hanya melampiaskan kemarahan melalui aksi lempar batu di stadion, akun para pengÂgawa timnas pun turut mereka serbu. Beberapa akun Instagram yang menjadi sasaran di antaranya adalah akun milik Hansamu Yama, Rizky Pellu, dan kiper sekaligus kapten Andritany Andriyasa. Jika menilik kolom komentar, maka beragam jenis caci-maki bisa kita temukan di sana.
Reaksi para suporter timnas Indonesia tersebut sangat disayangkan mengingat ini adalah laga perdana timnas senior di kompetisi resmi setelah beberapa waktu. Tentunya, laga kemarin seharusnya menjadi obat pengusir rindu bagi penonton yang telah lama tak menyaksikan para pemain membela panji Merah-Putih.
Sayangnya, yang terjadi malah sebaliknya. Timnas menjadi pihak yang dirugikan karena aksi sejumlah suporter yang tak bertanggung jawab. Hampir bisa dipastikan, timnas akan terkena sanksi dari FIFA akibat ulah suporternya sendiri.
Kemungkinan besar, skuat Garuda akan menggelar laga tanpa penonton pada laga kedua kualifikasi Piala Dunia melawan Thailand pekan depan. Apalagi Federasi Sepakbola Malaysia sudah melayangkan aduan resmi kepada FIFA terkait insiden kemarin.
Selain mencoreng nama Indonesia di dunia internasional, peristiwa ini sekaligus kian menegaskan Indonesia sebagai bangsa pecundang dalam sepak bola. Alih-alih menjadi negara yang sepak bolanya sarat prestasi, menjadi negara yang sepak bolanya menjadi pertunjukan yang ramah penonton saja kita belum bisa.
Kita tentu masih ingat kejadian beberapa hari sebelumnya dimana kerusuhan juga terjadi usai laga Persik Kediri melawan PSIM Yogyakarta. Dikabarkan karena tak terima timnya kalah pada laga lanjutan kompetisi Liga 2 tersebut, para oknum suporter merusak ratusan kendaraan yang diparkir di Stadion Brawijaya, Kediri. Akibat kejadian itu, kerusuhan yang melibatkan kedua suporter pun pecah dan memakan korban puluhan orang karena terluka akibat lemparan batu.
Sekali lagi, peristiwa-peristiwa semacam ini menunjukkan suporter Indonesia masih belum dewasa. Ketika tim yang mereka jagokan kalah, mereka melampiaskan emosi dengan melakukan kekerasan yang merugikan orang lain.
PSSI sebagai otoritas sepak bola harus segera mengambil tindakan tegas. Sanksi yang keras wajib diberikan kepada para oknum pengacau sepak bola tersebut. Hukuman bisa beragam seperti denda uang hingga larangan masuk ke stadion.
Di masa depan, kita tentunya tidak ingin hal-hal semacam ini kembali terjadi. Stadion-stadion di Indonesia seharusnya sudah menjadi tempat yang nyaman untuk menonton sepak bola. Seperti di Liga Primer Inggris misalnya, dimana stadion menjadi destinasi hiburan akhir pekan untuk keluarga. Hal seperti itu tak akan terwujud selama mental kita masih seperti pecundang.