Skip to content

Fernan Rahadi

  • Home
  • About
01/03/2020 / Uncategorized

Kabar Duka di Awal Tahun

Tahun baru saja berganti, namun musibah da­tang tak kenal waktu. Kun fayakuun. Apabila Allah menghendaki sesuatu Dia hanya ber­kata kepadanya, “Jadilah!” Maka jadilah sesuatu itu (QS Yasin: 82).

Musibah memang seolah datang bertubi-tubi sejak hari pertama tahun 2020. Tak tanggung-tang­gung, musibah datang sejak Rabu (1/1) dini hari WIB saat hujan deras mengguyur wilayah Jakarta dan seki­tarnya.

Akibatnya, banjir menggenangi setidaknya 16 kecamatan di Jakarta. Belum lagi jika menghitung puluhan kecamatan lain di wilayah penyangga ibu kota Indonesia seperti Bekasi, Bogor, Tangerang, dan Depok, dimana ketinggian air bervariasi mulai dari 15 sentimeter hingga 300 sentimeter.

Sedikitnya, tujuh orang meninggal akibat musi­bah banjir tersebut mulai dikarenakan tersengat listrik, hipotermia, sampai dengan terseret arus. Sedangkan setidaknya tiga orang lainnya meninggal akibat terkena tanah longsor.

Belum hilang kesedihan karena musibah banjir dan tanah longsor, pada hari berikutnya, Kamis (2/1) kabar duka kembali datang. Kali ini kabar tersebut datang dari Yogyakarta saat Prof Yun, sapaan akrab Ustaz Yunahar Ilyas, meninggal dunia pada Kamis tengah malam usai menjalani perawatan intensif di RSUP Dr Sardjito.

Ketua PP Muhammadiyah tersebut memang telah lama mengalami masalah pada ginjalnya. Hal tersebut membuatnya mesti bolak-balik dirawat di rumah sakit untuk melakukan cuci darah.

Saya pribadi pernah memiliki pengalaman khu­sus dengan almarhum Prof Yun. Pada 8 Juni 2019, pada hari Lebaran kedua, saya men­dapatkan pesan Whatsapp bahwa ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) tersebut harus dirawat inap di Rumah Sakit PKU Muhammadiyah Yogyakarta.

Saya pun memutuskan untuk menjenguknya ditemani oleh reporter Republika, Wahyu Suryana. Alhamdulillah kami berdua memperoleh izin dari pihak keluarga untuk menemui lelaki kalahiran Bukittinggi, Sumatera Barat, itu di dalam kamarnya. Saat itu, Prof Yun yang terlihat lemas mengatakan pada Lebaran tahun itu dirinya sebenarnya berniat pulang ke kampung halamannya di Bukittinggi.

“Cek sekalian minta obat, setelah dicek di sini ternyata ndak boleh berangkat,” kata Prof Yun dengan suara lirih. Akibat sakitnya, rencananya pulang ke Bukittinggi pun urung dilakukan.

Selain memori personal itu, sosok ulama yang rendah hati ini juga tercatat beberapa kali mengisi tausiyah pada acara Tabligh Akbar yang rutin diselenggarakan Republika kantor perwakilan DIY-Jateng dan Jatim di Yogyakarta dalam 10 tahun terakhir ini.

Prof Yun di antaranya memberikan tausiyah pada Tabligh Akbar 2016 dan 2018 yang masing-masing digelar di Masjid Syuhada, Kotabaru, dan Masjid Al Furqon, Nitikan. Pada Tabligh Akbar 2019 lalu yang digelar di Masjid Jogokariyan pada 31 Desember 2019, ia pun menjadi salah satu referensi pembicara yang jadi pilihan panitia. Namun menyadari yang bersangkutan sedang sakit, panitia pun memutuskan tidak mengundangnya.

Semasa hidupnya, Prof Yun dikenal sebagai sosok ulama yang bijaksana. Ia tak senang berkonflik dan lebih memilih bersikap solutif. Ia juga menjunjung toleransi dan rajin mendakwahkan Islam wasathiyah dan Islam yang berkemajuan, sejalan dengan slogan Muhammadiyah. Semoga almarhum husnul khotimah dan ditempatkan di surga-Nya. Allahummaghfirlahu warhamhu wa’aafihi wa’fu’anhu.

Post navigation

Previous Post:

Pengabdian Akademisi

Next Post:

Halal di Yogyakarta, Mengapa Tidak?

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

About Me

Fernan Rahadi

Journalist from Yogyakarta

Follow Me

  • instagram
  • twitter
©2021 Fernan Rahadi - Powered by Simpleasy