Skip to content

Fernan Rahadi

  • Home
  • About
08/06/2017 / Football

Filosofi Bernama Sepak Bola

Di pinggir lapangan C senayan sore itu, kuseka keringat yang terus mengucur membasahi tubuhku. Baru 10 menit bermain, aku sudah sangat lelah. Aku menjadi pemain pertama yang minta diganti.

Takdir tidak terlahir menjadi pemain sepak bola memang sudah kuterima sejak lama. Mulai dari mata minus tiga, penyakit asma bawaan, sampai skill yang cuma bisa itu-itu saja, membuatku hanya bisa memainkan permainan tersebut di waktu senggang.

Namun hal itu tak lantas membuatku berhenti mengagumi sepak bola. terdapat terlalu banyak kesamaan filosofi yang membuatku akan selalu melekat dengan permainan satu itu. Dari permainan itu, aku belajar bahwa hidup itu tidak selamanya soal menang-kalah.

Di sepak bola, tujuan sebuah tim bertanding tentu adalah meraih kemenangan. Namun tanpa kerja keras hal itu tidak akan terwujud. Sebelas pemain dalam satu tim mesti bekerja keras dengan level yang sama supaya bisa membuat gol. Dalam hidup pun seperti itu, diperlukan kerja keras untuk menggapai sebuah mimpi.

Sebuah tim seperti Barcelona bahkan terlihat seperti bersenang-senang saat menghadapi lawan tangguh seperti Real Madrid. Hal itu mengajarkan satu hal, bahwa kerja keras tidak selamanya mesti terfokus pada hasil. Yang terpenting adalah mencoba menikmati kerja keras tersebut. Urusan hasil sudah ada yang mengatur.

Meskipun demikian diperlukan juga sebuah visi. oleh karena itulah di dalam sebuah tim, selalu ada seorang playmaker, atau pemain yang menjadi pengatur permainan. kerja keras tanpa dibarengi sebuah visi yang jelas, tentu hanya akan berujung pada kesia-siaan. Oleh karena itu, dalam hidup kita juga perlu merencanakan segala sesuatunya dan berpikir akan hal terburuk.

Di lapangan C sore itu, aku sering mendapat teriakan dari teman-teman setim gara-gara sering lupa membantu pertahanan. Sebagai pemain sayap kanan, aku memang dituntut untuk mendukung para striker ketika menyerang, namun juga tak lupa membantu para bek saat bertahan.

Kerja sama, itulah poin ketiganya. tanpa adanya dukungan dari orang-orang di sekitar kita, sebuah kerja keras dan visi dalam hidup juga tidak akan bekerja optimal. Oleh karena itu dukungan dari orang tua, teman-teman, dan semua orang di sekeliling kita juga menjadi faktor yang sangat penting untuk meraih kesuksesan.

Aku menerawang, saat tim jagoanku, AC Milan terpuruk pada akhir 90-an. Mereka kemudian bangkit pada awal 2000-an untuk kembali menjadi tim Italia yang sangat disegani karena meraih beberapa gelar, di antaranya dua gelar liga champions.

Setelah calciopoli, sebuah kasus suap yang melanda dunia sepakbola italia pada tahun 2006, tim berjuluk I Rossoneri itu kembali terpuruk dan harus merelakan berbagai gelar jatuh ke tangan rival sekotanya, Inter Milan.

Yang ingin kukatakan, jatuh-bangun itu adalah hal yang biasa dalam hidup, seperti halnya sepak bola yang mengenal menang-kalah. Yang terpenting adalah selalu percaya bahwa hari esok akan lebih baik daripada hari ini. kita juga harus memiliki sikap pantang menyerah serta selalu berpikir positif.

Kos-Kosannya Bu Darjo, jelang MU vs Fulham
09-04-2011, 21:27 WIB

Post navigation

Previous Post:

Singgah Sejenak di Masjid Huaisheng

Next Post:

Maaf PSSI, Saya Lelah

Leave a Reply Cancel reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

About Me

Fernan Rahadi

Journalist from Yogyakarta

Follow Me

  • instagram
  • twitter
©2021 Fernan Rahadi - Powered by Simpleasy